Sampai saat ini, paradigma yang salah terkait perilaku merokok
terus berkembang di masyarakat khususnya di kalangan generasi muda. Merokok
dianggap sebagai hal yang keren, menunjukkan seseorang punya banyak teman,
ataupun sebagai pembuktian diri. Padahal itu semua tidak ada kaitannya dengan
merokok. Angka perokok usia 10-18 tahun pun mengalami peningkatan yang cukup signifikan
dari tahun 2013 sebesar 7,2% menjadi 9,1% di tahun 2018. Padahal pemerintah
menargetkan penurunan angka perokok usia ini menjadi 5,4% pada RPJMN 2014-2019.
Iklan rokok yang masif pun terbukti menjadi salah satu faktor
pemicu seseorang merokok di usia dini. Karena itu pemerintah DKI Jakarta
mengeluarkan larangan pemasangan reklame rokok di media luar ruang melalui
Peraturan Gubernur No. 1 tahun 2015. Namun apakah larangan iklan rokok ini
hanya sebuah formalitas? Karena realitanya, masih ada saja iklan rokok yang
ditemukan di ruang publik.
Karena itu, Tobacco Control Daerah ISMKMI Jakarta Raya bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyelenggarakan Ruang Diskusi Online (RAKUN) #1 melalui virtual zoom meeting pada hari Sabtu, 12 Desember 2020 dengan menghadirkan narasumber dari berbagai pihak terkait yang terdiri dari:
- Kepala
Biro Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta, Drs. H. Zainal, M.Si
- Komnas
Pengendalian Tembakau yang diwakilkan oleh Ketua BEM Universitas Indonesia
Tahun 2019, Manik Marganamahendra
- Kepala
Bappeda DKI Jakarta, Dr. Nasruddin Djoko Surjono, M.Si, MBA
- Ketua
Bidang Kesehatan DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ricky Septiandi
- Akses mendapatkan rokok terbilang sangat mudah di Indonesia, anak-anak dapat membeli rokok di warung-warung dengan mengatakan “buat bapak/ayah” dan pemilik warung dengan mudahnya memberikan rokok pada anak itu. Padahal dalam Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 Pasal 46, setiap orang dilarang menyuruh anak di bawah usia 18 tahun untuk menjual, membeli, atau mengonsumsi produk tembakau
- Menurut Global Youth Tobacco Survey, prevalensi perokok di kalangan anak sekolah terus meningkat. kemiskinan di Indonesia pun menurun sangat lambat, karena sebagian masyakarat pra sejahtera tidak dapat menghilangkan kebiasaan dari merokok. Hal ini dibuktikan bahwa rokok menjadi kebutuhan kedua tertinggi setelah beras.
- Angka stunting di Indonesia masih tinggi, sehingga kualitas generasi pun masih dipertanyakan. Karena tinggi badan ini akan sangat berhubungan dengan kondisi kesehatan, hingga akhirnya kemajuan SDM untuk menuju Indonesia yang maju masih sangat jauh.
- Berdasarkan TCSC-IAKMI, anak dan remaja di bawah 18 tahun lebih banyak terpapar iklan rokok melalui televisi (85%), banner (76,3%), dan billboard (70,9%). Lalu berdasarkan Stikom LSPR (2019) menunjukkan bahwa 3 dari 4 remaja mengetahui iklan rokok di media online mempengaruhi 31,85% remaja untuk merokok.
- Rokok berpengaruh terhadap indikator SDGs, yaitu pada kehidupan sehat dan sejahtera dimana salah satu indikator dari keluarga sehat adalah seluruh anggota keluarga bebas rokok. Di DKI Jakarta, tingkat kemiskinan pada Maret 2020 sebesar 4,53% dan prevalensi stunting pada tahun 2019 sebesar 11%.
- Selama ini yang dilakukan industri rokok melalui berbagai Yayasan bukanlah sebuah CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan, melainkan hanya upaya membangun citra baik untuk meningkatkan penjualan mereka.
- Dibutuhkan intervensi kebijakan yang memberikan lingkungan yang mampu melindungi anak dari perilaku merokok. Dimulai dari keluarga hingga pertemanan dan menerapkan KTR plus; pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok melalui Perda maupun dari Pemerintah Pusat; intervensi melalui kebijakan fiskal dengan menaikkan dan menyederhanakan golongan cukai rokok; serta memperketat penjualan rokok.
- Upaya yang harus kita lakukan sebagai kalangan muda untuk mengendalikan rokok selain sebagai promotor kesehatan adalah melakukan pengawalan terhadap kebijakan publik seperti mengikuti proses perumusan kebijakan pengendalian rokok di pusat maupun daerah, advokasi penerapan kebijakan pengendalian tembakau di daerah, menerapkan KTR di berbagai tatanan, dan melakukan pengawalan terhadap revisi PP No. 109 tahun 2012.
-Ketua BEM UI 2019, Manik Marganamahendra-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar