Selasa, 29 Desember 2020

PRESS RELEASE RUANG DISKUSI ONLINE (RAKUN #1) “TRANSFORMASI PARADIGMA MEROKOK BAGI REMAJA MENYOAL LARANGAN IKLAN ROKOK YANG FORMALITAS”

Sampai saat ini, paradigma yang salah terkait perilaku merokok terus berkembang di masyarakat khususnya di kalangan generasi muda. Merokok dianggap sebagai hal yang keren, menunjukkan seseorang punya banyak teman, ataupun sebagai pembuktian diri. Padahal itu semua tidak ada kaitannya dengan merokok. Angka perokok usia 10-18 tahun pun mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2013 sebesar 7,2% menjadi 9,1% di tahun 2018. Padahal pemerintah menargetkan penurunan angka perokok usia ini menjadi 5,4% pada RPJMN 2014-2019.

Iklan rokok yang masif pun terbukti menjadi salah satu faktor pemicu seseorang merokok di usia dini. Karena itu pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan larangan pemasangan reklame rokok di media luar ruang melalui Peraturan Gubernur No. 1 tahun 2015. Namun apakah larangan iklan rokok ini hanya sebuah formalitas? Karena realitanya, masih ada saja iklan rokok yang ditemukan di ruang publik.

Karena itu, Tobacco Control Daerah ISMKMI Jakarta Raya bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyelenggarakan Ruang Diskusi Online (RAKUN) #1 melalui virtual zoom meeting pada hari Sabtu, 12 Desember 2020 dengan menghadirkan narasumber dari berbagai pihak terkait yang terdiri dari:

  1. Kepala Biro Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta, Drs. H. Zainal, M.Si
  2. Komnas Pengendalian Tembakau yang diwakilkan oleh Ketua BEM Universitas Indonesia Tahun 2019, Manik Marganamahendra
  3. Kepala Bappeda DKI Jakarta, Dr. Nasruddin Djoko Surjono, M.Si, MBA
  4. Ketua Bidang Kesehatan DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ricky Septiandi
Poin-poin pembahasan dalam diskusi tersebut antara lain:

  •       Akses mendapatkan rokok terbilang sangat mudah di Indonesia, anak-anak dapat membeli rokok di warung-warung dengan mengatakan “buat bapak/ayah” dan pemilik warung dengan mudahnya memberikan rokok pada anak itu. Padahal dalam Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 Pasal 46, setiap orang dilarang menyuruh anak di bawah usia 18 tahun untuk menjual, membeli, atau mengonsumsi produk tembakau
  • Menurut Global Youth Tobacco Survey, prevalensi perokok di kalangan anak sekolah terus meningkat. kemiskinan di Indonesia pun menurun sangat lambat, karena sebagian masyakarat pra sejahtera tidak dapat menghilangkan kebiasaan dari merokok. Hal ini dibuktikan bahwa rokok menjadi kebutuhan kedua tertinggi setelah beras.
  • Angka stunting di Indonesia masih tinggi, sehingga kualitas generasi pun masih dipertanyakan. Karena tinggi badan ini akan sangat berhubungan dengan kondisi kesehatan, hingga akhirnya kemajuan SDM untuk menuju Indonesia yang maju masih sangat jauh.
  • Berdasarkan TCSC-IAKMI, anak dan remaja di bawah 18 tahun lebih banyak terpapar iklan rokok melalui televisi (85%), banner (76,3%), dan billboard (70,9%). Lalu berdasarkan Stikom LSPR (2019) menunjukkan bahwa 3 dari 4 remaja mengetahui iklan rokok di media online mempengaruhi 31,85% remaja untuk merokok.
  • Rokok berpengaruh terhadap indikator SDGs, yaitu pada kehidupan sehat dan sejahtera dimana salah satu indikator dari keluarga sehat adalah seluruh anggota keluarga bebas rokok. Di DKI Jakarta, tingkat kemiskinan pada Maret 2020 sebesar 4,53% dan prevalensi stunting pada tahun 2019 sebesar 11%.
  • Selama ini yang dilakukan industri rokok melalui berbagai Yayasan bukanlah sebuah CSR (Corporate Social Responsibility) atau tanggung jawab sosial perusahaan, melainkan hanya upaya membangun citra baik untuk meningkatkan penjualan mereka.
  • Dibutuhkan intervensi kebijakan yang memberikan lingkungan yang mampu melindungi anak dari perilaku merokok. Dimulai dari keluarga hingga pertemanan dan menerapkan KTR plus; pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok melalui Perda maupun dari Pemerintah Pusat; intervensi melalui kebijakan fiskal dengan menaikkan dan menyederhanakan golongan cukai rokok; serta memperketat penjualan rokok.
  • Upaya yang harus kita lakukan sebagai kalangan muda untuk mengendalikan rokok selain sebagai promotor kesehatan adalah melakukan pengawalan terhadap kebijakan publik seperti mengikuti proses perumusan kebijakan pengendalian rokok di pusat maupun daerah, advokasi penerapan kebijakan pengendalian tembakau di daerah, menerapkan KTR di berbagai tatanan, dan melakukan pengawalan terhadap revisi PP No. 109 tahun 2012.


"Hanya pemerintah pusat yang memiliki kewenangan pelarangan penjualan produk rokok, karena di daerah belum ada regulasi yang mengatur jadi tidak bisa melakukan pelarangan ke warung-warung atau minimarket yang menjual rokok.”  
-Kepala Biro Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta, Drs. H. Zainal, M.Si-

“Prevalensi perokok dan belanja rokok terus meningkat dari tahun ke tahun. Pertanyaannya, apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk bisa mencegah ini semua? Sangat disayangkan ketika konsumsi rokok terus melejit naik, konsumsi bahan-bahan pokok seperti protein dan karbohidrat justru malah semakin menurun. Hal ini tentunya tidak bisa menopang SDM Indonesia. Bahkan prevalensi perokok anak yang seharusnya bisa diturunkan, tapi ini malah naik. Artinya negara gagal selama lima tahun ke belakang untuk berupaya melindungi anak-anak dari rokok. Tentunya intervensi-intervensi yang dilakukan berupa kebijakan juga harus dilakukan secara konsekuen.” 
-Ketua BEM UI 2019, Manik Marganamahendra- 

“Dari sisi ekonomi, shifting itu bisa terjadi dan perekonomian kita sebenarnya tidak mengalami kontraksi yang banyak karena sebenarnya pertanian tembakau bisa digeser ke pertanian yang lain.”
-Kepala Bappeda DKI Jakarta, Dr. Nasruddin Djoko Surdjono, M.Si, MBA-

“Kalangan muda memiliki peranan yang sangat penting. Untuk itu kita sebagai mahasiswa terutama mahasiswa kesehatan jangan menyerah dengan PR kita yang masih banyak belum terselesaikan terutama dalam pengendalian tembakau.”
-Ketua Bidang Kesehatan DPP IMM, Ricky Septiandi-


DOKUMENTASI

Kepala Biro Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta, Drs. H. Zainal, M.Si

Kepala Bappeda DKI Jakarta, Dr. Nasruddin Djoko Surjono, M.Si, MBA

Komnas Pengendalian Tembakau yang diwakilkan oleh Ketua BEM Universitas Indonesia Tahun 2019, Manik Marganamahendra

Ketua Bidang Kesehatan DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ricky Septiandi










Tidak ada komentar:

Posting Komentar