Anak-anak Indonesia memiliki hak untuk terbebas dari asap rokok. Dalam UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa negara dan pemerintah wajib bertanggung jawab memberikan perlindungan khusus kepada anak yang menjadi korban zat adiktif, dimana salah satunya adalah rokok. Tapi pada kenyataannya sekarang ini bisa dilihat banyak anak-anak yang terpapar asap rokok dari lingkungan atau malah dari orangtuanya sendiri. Bahkan banyak juga di usia anak-anak itu sudah mulai merokok.
1. Prevalensi Perokok Muda di Indonesia
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa dari 70 juta anak di Indonesia, 25,9 juta (37%) diantaranya merupakan perokok aktif (TCSC IAKMI n.d.). Ini juga yang akhirnya membuat Indonesia dinobatkan sebagai satu-satunya negara dengan baby smoker atau perokok anak. Hasil Penelitian Aris (2012) di Sumatera Selatan terdapat bayi AS sejak usia 11 bulan telah menghisap rokok. AS diusianya menginjak 18 bulan telah menghisap rokok merek tertentu hampir 40 batang per hari. Kasus sama ditemukan pada AR usia 23 bulan berasal dari Manado yang setiap harinya menghabiskan 30-35 batang perhari. Sementara itu di Muba seorang balita berinisial RS usia 2 tahun 7 bulan menghabiskan 3 bungkus rokok sehari (Hasanah 2014).
Data riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi merokok pada usia
10-18 tahun di Indonesia sebesar 9,1%, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 7,2%.
Padahal pemerintah menargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2014-2019 sebesar
5,4%.
2. Faktor Pemicu Merokok di Usia Muda
Perilaku merokok
pada anak-anak dan remaja disebabkan banyak faktor, diantaranya faktor
lingkungan, iklan, promosi, sponsor rokok, harga rokok yang murah, serta akses
mendapatkan rokok yang mudah. Semua iklan, promosi, dan sponsor rokok
adalah bentuk intervensi industri rokok untuk menciptakan kondisi dimana penggunaan tembakau dianggap
sebagai sesuatu yang normal, wajar, dan dapat diterima terutama bagi
kaum muda.
Indonesia adalah
satu diantara sedikit Negara yang membolehkan iklan rokok di saluran televisi
nasional. Hasil penelitian TCSC-IAKMI tahun 2018 mengungkapkan bahwa anak-anak
di bawah 18 tahun yang terpapar iklan dan promosi rokok di TV memiliki peluang
2,24 kali lebih besar untuk menjadi perokok dibandingkan dengan anak lain yang
tidak terpapar.
Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa iklan, promosi, dan sponsor rokok menimbulkan
keinginan anak dan remaja untuk mulai merokok, mendorong anak-anak perokok
untuk terus merokok, dan mendorong anak-anak yang telah berhenti merokok untuk
kembali merokok. Dengan demikian, pelarangan iklan, promosi, dan sponsor
rokok merupakan
salah satu upaya untuk meminimalisir jangkauan industri rokok pada anak dan
remaja.
3. Bahaya Rokok bagi Anak dan Remaja
Dalam sebatang rokok terkandung 4000 zat kimia, dimana 43 diantaranya
bersifat karsinogenik yang berbahaya bagi tubuh. Ketika anak atau remaja mulai
merokok, nikotin yang terkandung dalam rokok merangsang otak untuk melepas zat
yang memberi rasa nyaman sehingga menyebabkan rasa ketergantungan hingga
kecanduan.
Seperti yang telah diketahui bahwa merokok dapat menyebabkan
berbagai penyakit seperti kanker paru, stroke, penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), penyakit jantung koroner, dan gangguan pembuluh darah. Jika telah
berdampak pada kesehatan, maka tentu saja akan berpengaruh pada kegiatan
aktivitas anak atau remaja tersebut. Mereka akan
kehilangan waktu produktif dan apabila harus mendapatkan perawatan di Rumah
Sakit, maka mereka akan membebani keluarganya yang harus membayar biaya
perawatannya.
4. Indikator Remaja Perokok
Untuk mengetahui anak merokok atau tidak, dapat dilihat dari
tanda-tanda seperti berikut ini:
·
Bau asap pada pakaian yang dipakai
·
Anak sering mengalami batuk
·
Terjadi iritasi pada tenggorokan
·
Suara anak mulai terdengar serak
·
Bau mulut
·
Gigi anak terlihat menguning
·
Anak sering mengalami sesak nafas
Jika
anak sudah menunjukkan satu atau lebih tanda di atas, sebaiknya para orangtua
segera melakukan tindakan agar anak dapat berhenti dari kebiasaan merokoknya
sebelum dampak dari merokok itu terjadi.
5. Dampak Rokok pada Perokok Pasif
Paparan asap rokok orang lain juga menimbulkan dampak
kesehatan yang buruk termasuk kematian. Produk-produk tembakau baru mengandung
bahan kimia yang sama dengan produk tembakau tradisional dan membahayakan
kesehatan. Adapun penyakit yang ditumbulkan akibat paparan asap rokok yaitu
kanker paru-paru, asma dan menurunnya fungsi paru, PPOK, tuberculosis, diabetes
tipe 2, demensia, menurunnya tingkat kesuburan pada laki-laki maupun perempuan,
disfungsi ereksi, kehilangan penglihatan dan pendengaran, penyakit saluran
cerna, sistem kekebalan tubuh melemah, tulang yang lemah, hingga kerusakan
kulit (WHO 2019).
6. Peran Orangtua agar Anak Terbebas dari Rokok
Pengawasan dan larangan yang dilakukan oleh keluarga
merupakan upaya pengontrolan terhadap perilaku merokok usia muda. Ada beberapa
peran yang dapat dijalankan orang tua untuk mencegah perilaku merokok pada
remaja, yaitu peran sebagai pendidik, peran sebagai pendorong, peran sebagai
panutan, peran sebagai teman, peran sebagai pengawas, dan peran sebagai konselor
sehingga perilaku merokok tidak terus meningkat.
7. Peran Pemerintah dalam Mengurangi Prevalensi Perokok Usia
Muda
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai
regulasi untuk mengurangi prevalensi perokok di Indonesia. Pasal 39 PP No. 109 tahun 2012 yang intinya
melarang setiap orang menyiarkan dan menggambarkan dalam bentuk gambar atau
foto, menayangkan, menampilkan atau menampakkan orang sedang merokok, memperlihatkan
batang rokok, asap rokok, bungkus rokok atau yang berhubungan dengan produk
tembakau serta segala informasi produk tembakau. Dimana larangan tersebut
berlaku untuk media cetak, media penyiaran, maupun media teknologi informasi.
Pemerintah sudah membatasi hak pelaku usaha dalam
mempromosikan rokok dengan
tidak boleh menunjukkan wujud rokok. Kegiatan penyiaran pun harus berperan
aktif untuk menilai apakah iklan rokok yang akan ditayangkan itu menunjukkan
wujud rokok atau tidak dan jika memang tidak maka boleh disiarkan. Ini berarti
konsumen tidak dapat secara langsung menerjemahkan sebuah promosi rokok sebagai
sebuah ajakan yang bersifat persuasif untuk menggunakan atau mengkonsumsi
produk rokok. Dalam kondisi ini pembatasan terhadap hak pelaku
usaha rokok sudah wajar untuk diberlakukan.
Di DKI Jakarta, pemerintah telah melarang pemasangan iklan rokok dengan
mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 1 tahun 2015 dimana setiap penyelenggara
reklame dilarang menyelenggarakan reklame rokok dan produk tembakau pada media
luar ruang di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Larangan iklan rokok pada sebuah negara tertentu dianggap sangat perlu untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan iklan rokok dapat menurunkan jumlah perokok lama dan mencegah adanya perokok baru. Sudah ada cukup banyak negara yang menerapkan lararangan iklan rokok misalnya Albania, Brazil, Colombia, Ghana, Kenya, Spanyol, Vietnam, dan masih banyak lagi. Setelah diadakannya larangan iklan, promosi dan sponsor rokok di negara tersebut, jumlah warga negara yang terlindungi dari bahaya rokok naik sejumlah 10%.
Pelarangan komprehensif iklan rokok artinya negara melarang iklan rokok secara langsung dan tidak langsung. Iklan langsung misalnya iklan di media cetak, media penyiaran dan satelit (radio dan TV), bioskop, media luar ruang, serta media tempat penjualan. Sedangkan iklan yang tidak langsung seperti pemberian rokok gratis, potongan harga, produk atau jasa yang menggunakan nama merek rokok, penggunaan merek produk non rokok pada rokok, munculnya produk rokok dan merek rokok di TV, film dan hiburan audiovisual lainnya termasuk internet, kegiatan sponsor rokok, dan kegiatan CSR perusahaan rokok. Larangan iklan rokok di TV dan radio adalah yang paling basic dan ini terbukti efektif mempengaruhi anak-anak.
Tim Penyusun:
Tobacco Control Daerah ISMKMI Jakarta Raya
Adelia Putri Mahardhika, Devi Wulandari, Melizha Handayani, Nasya Hafidah dan Putri Aulia Rosmayani.
- Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang Larangan Penyelenggaraan Reklame Rokok Dan Produk Tembakau Pada Media Luar Ruang.
- Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
- Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018.
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- Carmelita, Winda. 2019. “Jika Anak Kepergok Merokok, Apa Yang Harus Dilakukan Orangtua?” Big Kid 10-12 Years Old, April 2019. https://www.popmama.com/big-kid/10-12-years-old/winda-carmelita/jika-anak-kepergok-merokok-apa-yang-harus-dilakukan-orangtua/2.
- Christianto, Hwian. 2010. “Perlindungan Hak Anak Terhadap Iklan Rokok Yang Tidak Memperagakan Wujud Rokok.” Jurnal Konstitusi 7 (4): 101–5.
- DetikHealth. 2013. “Di 24 Negara Ini Tak Ada Iklan, Promosi, Dan Sponsor Rokok Sama Sekali.” Berita Detikhealth, November 12, 2013. https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-2411114/di-24-negara-ini-tak-ada-iklan-promosi-dan-sponsor-rokok-sama-sekali.
- Hasanah, Hasyim. 2014. “Baby Smoker: Perilaku Konsumsi Rokok Pada Anak Dan Strategi Dakwahnya.” Sawwa 9 (2): 254. https://doi.org/10.21580/sa.v9i2.635.
- Kemenkes RI. 2013. “Tanya Jawab: Perokok Remaja Dan Bahayanya.” Mediakom, Rilis Sehat. 2013. http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20131105/219083/tanya-jawab-perokok-remaja-dan-bahayanya/#:~:text=Merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit,IQ)%2C kejang pada kehamilan%2C.
- TCSC IAKMI. n.d. “Perokok Anak-Anak Delapan Kali Lebih Mungkin Gunakan Narkoba.” Accessed December 8, 2020. http://www.tcsc-indonesia.org/perokok-anak-anak-delapan-kali-lebih-mungkin-gunakan-narkoba/.
- “Laporan Penelitian: Paparan Iklan, Promosi, Dan Sponsor Rokok Di Indonesia.” Tobacco Control Support Centre. http://www.tcsc-indonesia.org/wp-content/uploads/2018/10/Hasil-Studi-Paparan-Iklan-Promosi-dan-Sponsor-Rokok-di-Indonesia_TCSC-IAKMI.pdf.
- WHO. 2019. “Tubuh Tembakau.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar