Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) merupakan suatu konvensi yang dibentuk oleh WHO dalam menanggapi epidemi tembakau di dunia. FCTC diadopsi WHO pada tahun 2003 dan mulai berlaku secara internasional pada 27 Februari 2005. Lebih dari 180 negara telah menjadi bagian dari FCTC. Namun hingga kini, Indonesia belum meratifikasi apalagi mengaksesi FCTC. Padahal jumlah perokok di Indonesia semakin mengkhawatirkan.
Wacana pemerintah untuk meratifikasi FCTC
selalu gagal dan berakhir dengan memberikan harapan palsu bagi masyarakat. Isu
mengenai kesejahteraan petani tembakau yang akan terancam jika Indonesia
meratifikasi FCTC pun menjadi alasan yang sering dibicarakan. Namun berdasarkan
survei yang dilakukan MTCC mengungkapkan bahwa pertanian tembakau bukan
merupakan usaha yang menguntungkan.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat
Adiktif Berupa Tembakau bagi Kesehatan. Dimana dalam pasal 58 ayat (1) mengatakan
bahwa pemerintah mendorong pelaksanaan diversifikasi produk tembakau, yaitu
menjadi produk tembakau bukan rokok yang memiliki nilai tambah serta tidak
membahayakan bagi kesehatan.
Diversifikasi tembakau bertujuan
mendapatkan produk baru selain rokok yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan
bermanfaat bagi manusia (Nurnasari and Subiyakto 2018). Namun upaya diversifikasi ini
belum mendapat perhatian lebih dan masih perlu dilakukan sosialisasi oleh
berbagai pihak.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Tobacco
Control Daerah (TCD) ISMKMI Jakarta Raya menyelenggarakan Ruang Diskusi Online
(RAKUN) #2 melalui virtual zoom meeting pada hari Sabtu, 30 Januari 2021
dengan menghadirkan narasumber dari berbagai pihak terkait yang terdiri dari:
1. Yayasan Lentera
Anak, Rama Tantra, SKM
2. Ketua MTCC
UNIMMA, Dra. Retno Rusdjijati, M. Kes
Poin-poin pembahasan dalam diskusi tersebut antara lain:
·
WHO memprediksi pada tahun 2030 akan terjadi 10 juta
kematian akibat rokok, kemudian di tahun 2048 akan terdapat 2 miliar sampah
puntung rokok yang mana jika mencemari lautan akan berdampak pada matinya
makhluk hidup di laut dan dampak ekstrimnya rantai makanan akan terputus.
·
PP 109 tahun 2012 dinilai masih tidak implementatif, tidak
ada pengawasan yang dilakukan, dan tidak ada sanksi yang tegas dari pemerintah.
Karena itu gerakan muda FCTC masih terus mendorong pemerintah untuk merevisi
peraturan tersebut.
·
Gerakan muda FCTC menemukan bahwa adanya “penjegalan” oleh
industri rokok untuk menghentikan langkah-langkah Indonesia dalam meratifikasi maupun
mengaksesi FCTC.
·
Petani tembakau sebagai ujung tombak dalam tata niaga
pertembakauan. Tapi sayangnya penghasilan petani masih di bawah UMR, petani
menjadi kelompok yang paling rentan, dan petani mempunyai posisi tawar rendah
dalam mata rantai tata niaga tembakau.
·
Industri rokok menjadi salah satu faktor yang merugikan
petani tembakau dikarenakan harga tembakau yang ditentukan oleh industri rokok
bukan oleh petani tembakau itu sendiri.
·
Petani juga mengalami risiko kesehatan akibat proses
penanaman tembakau atau yang dikenal dengan sebutan "green sickness tobacco".
·
Sampai saat ini, Kementerian Pertanian telah berupaya
meningkatkan kualitas dan produksi tembakau, namun di sisi lain Kementerian
Perdagangan tidak melakukan pembatasan impor tembakau.
·
Ketika Indonesia mengaksesi FCTC, pola negara pun nantinya
akan berubah. Persepsi pemerintah akan lebih mementingkan kesehatan
masyarakatnya dibandingkan dengan ekonomi untuk mewujudkan bangsa yang lebih
sehat dan kuat.
·
Upaya diversifikasi atau alih tanam para petani tembakau
harus diberikan dukungan oleh berbagai pihak. Karena jika petani berhasil
melakukan diversifikasi, maka upaya pengendalian tembakau dengan mengurangi
produksi rokok juga akan tercapai
“Kita harus terus bersuara untuk menyampaikan
hal-hal penting ini agar kita semua (anak-anak muda) sadar bahwa kita sedang
ditargetkan oleh industri rokok melalui iklan, rokok yang dijual batangan,
harga rokok yang murah, dan lingkungan. Kita semua harus menyadari indsutri
rokok selalu menargetkan anak muda sebagai perokok pengganti dari keberlanjutan
usaha mereka.”
-Yayasan lentera anak dan
gerakan muda FCTC, Rama Tantra, SKM-
"Pengendalian
tembakau tidak bisa dilaksanakan individu ataupun perkelompok, tetapi
membutuhkan peran berbagai pihak. Karena pengendalian tembakau adalah untuk
mencegah munculnya perokok pemula, maka sebagai generasi muda harus selalu
mengkampanyekan hidup sehat dimulai dari diri sendiri, kemudian mengedukasi dan
mencontohkan kepada lingkungan sekitar. Tidak ada salahnya memberikan masukan
atau saran kepada stakeholder dalam rangka pengendalian tembakau, termasuk para
petani.”
-Ketua MTCC UNIMMA, Dra.
Retno Rusdjijati, M.Kes-.
KEWRENNNN JAKARTA RAYA EMANG
BalasHapus