Senin, 30 Desember 2024

PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN STUNTING

 PERAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN STUNTING 

Disusun Oleh: Direktorat Penelitian dan Pengembangan ISMKMI Jakarta Raya 2024

ilustrasi peran keluarga (sumber:https://www.freepik.com/)

Stunting merupakan salah satu masalah utama dalam bidang kesehatan yang berdampak signifikan pada kondisi kesehatan dan kualitas sumber daya manusia (Agus et al., 2022). Masalah ini terjadi akibat kurangnya asupan gizi kronis yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik, kesakitan, kematian, gangguan perkembangan mental, hingga penurunan kemampuan kognitif dan motorik anak (Hastuti, Kusuma, & Ariyanti, 2022). Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, prevalensi stunting di Indonesia mengalami penurunan dari 24,4% pada tahun 2021 menjadi 21,6% pada tahun 2022. Walaupun pencapaian ini menunjukkan perbaikan, namun angka ini masih jauh dari target nasional sebesar 14% pada tahun 2024 serta masih memerlukan upaya yang lebih masif serta terintegrasi. Salah satu strategi utama yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan peran keluarga sebagai unit terkecil masyarakat dalam mencegah stunting secara dini. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Gurmu, E (2018) dalam (Hastuti, L., Kusuma, R. E., & Ariyanti, S, 2022) terkait hubungan struktur peran keluarga dengan stunting anak usia 2-5 tahun menunjukkan bahwa, prevalensi stunting 10% lebih tinggi pada anak yang tinggal dengan keluarga besar dibanding anak yang tinggal dengan keluarga inti. Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan agar keluarga memiliki kekuatan untuk menciptakan generasi sehat dan berkualitas, diantaranya:

1.     Peran Keluarga Dalam Pola Asuh

Pola makan sehat sejak dini adalah langkah pertama dalam mencegah stunting (hambatan pertumbuhan). Keluarga memiliki peran penting dalam memperkenalkan anak pada makanan bergizi yang mencakup protein, karbohidrat, lemak sehat, serta vitamin dan mineral. Memberikan contoh perilaku makan yang baik, seperti menghindari konsumsi makanan cepat saji dan menggantinya dengan sayuran, buah-buahan, serta sumber protein hewani seperti ikan dan daging, sangat penting untuk memastikan anak tumbuh dengan kebiasaan makan yang sehat (Maryani, Mundarti, & Yuniyanti, 2024). Ketika sudah terbiasa mengkonsumsi makanan bergizi, risiko stunting akibat kekurangan zat gizi dapat ditekan.

Selain pola makan, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga menjadi elemen penting dalam pola asuh yang mendukung tumbuh kembang anak. Orang tua dapat mengajarkan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, menjaga kebersihan lingkungan, serta menjauhkan anak dari sumber penyakit. Tidak hanya itu, menghindari kebiasaan buruk seperti merokok di dekat anak juga berkontribusi terhadap lingkungan sehat yang mendukung pertumbuhan anak.

2.     Memastikan Asupan Gizi Terbaik

Periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari hari pertama kehamilan hingga anak berusia dua tahun, merupakan masa kritis untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Selama periode ini, tubuh dan otak anak berkembang sangat cepat, sehingga kebutuhan nutrisinya harus terpenuhi dengan baik. Untuk ibu hamil, pemenuhan gizi mencakup konsumsi protein untuk pembentukan jaringan tubuh janin, asam folat untuk mencegah cacat tabung saraf, zat besi untuk mencegah anemia, dan kalsium untuk mendukung perkembangan tulang dan gigi janin. Setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi memberikan semua kebutuhan nutrisi yang diperlukan dalam masa pertumbuhannya.  Tidak hanya asi,  makanan pendamping ASI (MPASI) yang bergizi seimbang dengan membatasi asupan gula dan memenuhi kebutuhan gizi harian termasuk karbohidrat, protein hewani, lemak sehat, vitamin, mineral, serta air sejak usia 6 bulan juga sangat penting (Hastuti, Kusuma, & Ariyanti, 2022).

Peran ayah pun tak kalah penting dalam mendukung kesehatan keluarga dengan memastikan ketersediaan bahan makanan bergizi di rumah. Hal ini dapat dilakukan melalui perencanaan anggaran keluarga yang memprioritaskan kebutuhan pangan, membantu ibu memilih bahan makanan sehat, dan memberikan teladan pola makan sehat kepada anak. Selain itu, edukasi kepada ayah mengenai kebutuhan gizi ibu hamil, ibu menyusui, dan anak melalui program di Puskesmas atau Posyandu juga penting untuk meningkatkan kesadaran mereka akan peran gizi dalam mencegah stunting (Maryani, Mundarti, & Yuniyanti, 2024). 

3.     Memantau Kesehatan Anak

Pemantauan kesehatan anak secara rutin di posyandu sangat penting untuk mendeteksi risiko stunting sejak dini. Pengukuran berat badan, tinggi badan, dan status gizi anak diukur secara berkala di posyandu. Menurut Darmawan et al. (2022), kunjungan Posyandu yang kurang dari delapan kali setahun meningkatkan risiko stunting hingga lima kali lipat. Oleh karena itu, orang tua perlu aktif memanfaatkan layanan kesehatan ini untuk memastikan tumbuh kembang anak optimal. Deteksi dini gejala stunting, seperti berat badan atau tinggi badan yang tidak sesuai dengan usia anak, memungkinkan intervensi lebih cepat. Konsultasi dengan tenaga kesehatan di Puskesmas atau Posyandu dapat membantu orang tua mendapatkan saran yang tepat terkait kebutuhan nutrisi dan pola asuh anak (Prakoso et al., 2021).

Selain itu, perlu memperhatikan status imunisasi lengkap karna dapat menjadi salah satu cara mencegah stunting. Imunisasi lengkap dapat melindungi anak dari infeksi yang berisiko menghambat pertumbuhan seperti diare dan pneumonia. Penelitian Darmawan et al. (2022) menunjukkan bahwa 86,4% anak dengan imunisasi lengkap tidak mengalami stunting, sementara anak dengan imunisasi tidak lengkap berisiko empat kali lebih besar mengalami stunting. Oleh karena itu, orang tua perlu memastikan anak mendapatkan imunisasi secara lengkap dan tepat waktu.

Keluarga adalah pondasi utama dalam mencegah stunting. Memulai dari  pola asuh yang tepat, pemenuhan gizi yang optimal, dan pemantauan kesehatan secara rutin, risiko stunting pada anak dapat diminimalkan. Keluarga, terutama peran ayah dan ibu, harus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Dengan memahami peran ini, keluarga dapat memastikan anak-anak Indonesia tumbuh menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan produktif.

Daftar Pustaka

 Agus, J., Pitoyo, A., Saputri, R., Eka, A., & Handayani, T. (2022). Analysis of Determinants of Stunting Prevalence among Stunted Toddlers in Indonesia. Populasi, 30(1), 36–49.

Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK Kemenkes) (2023) Survei Kesehatan Indonesia                 2023. Available at: https://www.badankebijakan.kemkes.go.id/hasil-ski-2023/ (Accessed: 27                 Desember 2024).

Darmawan, A., Reski, R., & Andriani, R. (2022). Kunjungan ANC, posyandu dan imunisasi dengan                 kejadian stunting pada balita di Kabupaten Buton Tengah. Aksi: Jurnal Gizi Aceh , 7 (1), 33–40.             https://doi.org/10.30867/action.v7i1.469

Hastuti, L., Kusuma, R. E., & Ariyanti, S. (2022). Gambaran peran keluarga dalam pencegahan risiko             stunting pada anak di wilayah kerja puskesmas sungai kakap kabupaten kubu raya. Jurnal                     Keperawatan Dan Kesehatan, 13(2), 78-83.

Kementerian Kesehatan RI. (2022). Buku Saku Pencegahan Stunting. 

Kementerian Kesehatan RI. (2022). Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022.

Kementerian PPN/Bappenas. (2021). Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting.

Maryani, S., Mundarti, M., & Yuniyanti, B. (2024). Pendampingan Keluarga Peduli Stunting Sebagai             Upaya Pencegahan Stunting. JMM (Jurnal Masyarakat Mandiri), 8(1), 125-134.

Prakoso, A. D., Azmiardi, A., Febriani, G. A., & Anulus, A. (2021). Studi case control: Pemantauan                 pertumbuhan, pemberian makan dan hubungannya dengan stunting pada anak panti asuhan di kota           semarang. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada: Health Sciences Journal, 12(2), 160–172.                 https://doi.org/10.34305/jikbh.v12i2.336

UNICEF. (2020). The 1,000 Days: The Foundation for a Child’s Lifelong Health. 

WHO. (2020). Stunting in a Nutshell. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar