Selasa, 15 Oktober 2019

CUCI TANGAN MENGGUNAKAN AIR SAJA SUDAH CUKUP. YAKIN?


CUCI TANGAN MENGGUNAKAN AIR SAJA SUDAH CUKUP. YAKIN?


Hayoo ngaku teman-teman.. Apakah kalian mencuci tangan menggunakan air mengalir saja? Atau menggunakan air di mangkok seperti di warung-warung nasi padang? Haduh.. babang jadi lapar nih mendengar kalimat Nasi Padang hehe. Nah teman-teman, Babang ingin memberikan penjelasan nih mengapa Cuci Tangan perlu Menggunakan Sabun. Yuk simak baik-baik!

Masih banyak yang menganggap kegiatan mencuci tangan merupakan hal yang sepele sehingga sering diabaikan. Padahal banyak manfaat yang bisa didapatkan dengan mencuci tangan untuk menjaga kesehatan. Tangan merupakan salah satu organ tubuh yang menjadi media masuknya kuman dan mikroba penyebab penyakit ke dalam muluthidung dan anggota tubuh lainnya. Selain itu, tangan juga media untuk menyalurkan kuman dari manusia ke manusia lainnya.

Jenis-jenis penyakit yang dapat menyerang kita ketika tangan terkena bakteri adalah Flumeningitis, hepatitis A, C (gangguan hati), penyakit kulit, gangguan usus dan diare. Tapi, masih banyak sekali orang yang menganggap mencuci tangan dengan air saja sudah dapat membunuh kuman.
Kenyataannya, kuman, virus, dan jamur baru dapat mati pada suhu air mendidih. Selain itu, terdapat kotoran yang tidak larut di dalam air, yang hanya dapat dibersihkan dengan sabun.
Jadi, mencuci tangan tidak cukup hanya dengan air saja, melainkan juga harus menggunakan sabun. Maka dari itu, cuci tangan dengan sabun adalah kegiatan yang sangat dianjurkan untuk mencegah penyakit yang masuk ke tubuh.

Senin, 16 September 2019

AFIRMASI IMUNISASI MENJAWAB KERAGUAN MASYARAKAT


        Dewasa ini isu-isu tentang imunisasi sedang hangat diperbincangkan oleh masyarakat luas, baik dari sisi kegunaannya, efek sampingnya hingga kehalalannya. Tentu hal ini menjadi pemicu keraguan masyarakat terhadap imunisai tersebut menjadi momok yang seakan menghantui para ibu  sehingga banyak sekali ibu yang enggan untuk membawa anaknya untuk diimunisasi bahkan sampai menimbulkan gerakan anti vaksin yang mengajak ibu-ibu lainnya untuk tidak mengimunisasi anaknya karena berbagai dalih yang tidak dikuatkan dengan fakta otentik dan justru menimbulkan kekhawatiran yang membabi buta tanpa dibarengi dengan rasa keingintahuan yang tinggi.

        Keraguan dari masyarakat pun makin hari makin membesar dan meluas bagaikan bola es yang lambat laur semakin menimbulkan banyak polemik dan stigma dimasyarakat tentang imunisasi. Maka  sudah selayaknya artikel ini dikeluarkan untuk menjawab keraguan-keraguan tersebut. Sebelum masuk kepembahasan kita harus tahu terlebih dahulu apa itu imunisasi.  Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak. Anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (SoekidjoNotoatmodjo, 2007 : 43). Imunisasi merupakan program jangka panjang, Pasal 28 B ayat (2) disebutkan “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan diskriminasi” Pasal 28 H ayat (1) “Setiap orang berhak atas sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi dan anak. Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi. Dalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, keluarga dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan. Dari definisi diatas maka jelas bahwasannya imunisasi penting untuk dilaksanakan bahkan landasan penyelenggaraan imunisasi mengacu pada kesepakatan-kesepakatan internasional untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit, antara lain:

  1. WHO tahun 1988 dan UNICEF melalui World Summit for Children pada tahun 1990 tentang ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi 8080-80, Eliminasi Tetanus Neonatorum dan Reduksi Campak;   
  2. Himbauan UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang; 
  3. Himbauan dari WHO bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi >8% pada tahun 1997 diharapkan telah melaksanakan imunisasi hepatitis B ke dalam imunisasi rutin;
  4. WHO/UNICEF/UNFPA tahun 1999 tentang Joint Statement on the Use of Autodisable Syringe in Immunization Services; 
  5. Konvensi Hak Anak: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tertanggal 25 Agustus1990, yang berisi antara lain tentang hak anak untuk memperoleh kesehatan dan kesejahteraan dasar;
  6. Resolusi Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) sejak tahun 2012 yang mendeklarasikan tentang komitmen seluruh negara anggota untuk melakukan Eradikasi Polio, dan pada tahun 2012 dinyatakan bahwa negara yang masih mempunyai transmisi kasus polio harus menyatakan bahwa negaranya dalam kondisi “ national public health emergency”;
  7. The Millenium Development Goal (MDG) pada tahun 2003 yang meliputi goal 4: tentang reduce child mortality, goal 5: tentang improve maternal health, goal 6: tentang combat HIV/AIDS, malaria and other diseases (yang disertai dukungan teknis dari UNICEF);
  8. Resolusi Regional Committee, 28 Mei 2012 tentang Eliminasi Campak dan Pengendalian Rubella, mendesak negara-negara anggota untuk mencapai eliminasi campak pada tahun 2015 dan melakukan pengendalian penyakit rubella;
  9. Pertemuan The Ninth Technical Consultative Group on Polio Eradication and Vaccine Preventable Diseases in South-East Asia Region tahun 2003 untuk menyempurnakan proses sertifikasi eradikasi polio, reduksi kematian akibat campak menjadi 50% dan eliminasi tetanus neonatal, cakupan DPT3 80% di semua negara dan semua kabupaten, mengembangkan strategi untuk safe injections and waste disposal di semua negara serta memasukkan vaksin hepatitis B di dalam Imunisasi di semua negara;
  10. WHO-UNICEF tahun 2003 tentang Joint Statement on Effective Vaccine Store Management Initiative.

        Dari penjelesan diatas maka dapat terbuka pemahaman kita tentang apa itu imunisasi. Langsung saja kita mulai mengulas satu persatu miskonsepsi atau keraguan masyarakat terutama orang tua, dibawah ini ada survei pendapat orang tua tentang imunisasi:




Dari survei diatas didapatkan keraguan mengenai imunisasi yaitu dapat menyebabkan demam, menyebabkan autis, terbuat dari bahan yang tidak aman, tidak teruji dengan pasti, penyebab penyakit, dan beberapa yang berkembang dimasyarakat Indonesia diantaranya:
  1. Banyak imunisasi justru melemahkan kekebalan tubuh
  2. anak yang tidak diimunisasi lebih jarang sakit
  3. Vaksin berbahaya bisa kejang, lumpuh, merusak  otak, sebabkan autis, cacat, mati
  4. Vaksin mengandung bahan berbahaya seperti merkuri,  aluminium, formaldehyde
  5. Vaksin haram karena mengandung lemak babi,  terbuat dari janin abortus, darah, nanah, organ  binatang dan manusia
  6. Vaksin menyebarkan virus AIDS dan Hepatitis B
  7.  Imunisasi cukup sampai 9 bulan  11. Imunisasi cukup 5 dasar lengkap
  8.  Imunisasi penting hanya sesuai jadwal  pemerintah,diluar jadwal pemerintah tidak penting
  9.  Kalau sudah lewat jadwal tidak boleh diimunisasi
  10. Batuk pilek tidak boleh diimunisasi
  11. Sakit dan mati adalah cobaan dari Tuhan,  vaksinasi sama dengan tidak tawakal
  12. Program imunisasi adalah konspirasi Yahudi dan  Amerika untuk melemahkan anak-anak muslim di  seluruh dunia
  13. Penyakit sengaja disebarkan untuk kepentingan  bisnis vaksin
  14. Pemerintah zalim memaksa semua bayi balita  diimunisasi
  15. Vaksin program imunisasi di Indonesia buatan  Amerika      untuk membuat anak muslim Indonesia  bodoh
  16. Harga vaksin non-program mahal menguntungkan  konspirasi kapitalis

        Dari keraguan diatas akan diulas satu persatu agar dapat tercerahkan sekaligus menentang hoax dan miskonsepsi informasi tidak benar yang sengaja disebar  luaskan kelompok anti vaksin, terapi alternatif dan  herbalis ataupun pihak yang ingin mengais rezeki dari hoax yang telah mereka sebarkan dan seakan menutupi kebenaran yang ada.

        Anggapan imunisasi justru melemahkan kekebalan tubuh dan memilih untuk tidak imunisasi merupakan pemikiran yang salah, melainkan imunisasi merupakan upaya pencegahan terhadap penyakit menular dengan memperkuat imun. Adapun efek samping setelah diimunisasi seperti demam ringan, Sakit maag, muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemas dan pegal-pegal merupakan respon pertahanan tubuh terhadap benda asing maupun zat yang masuk ke tubuh. Efek tersebut terbilang umum dan tahap wajar yang terjadi pasca imunisasi. Risiko munculnya efek samping imunisasi jauh lebih rendah dibandingkan dengan risiko terkena penyakit yang sebenarnya dapat dicegah oleh imunisasi untuk itu diharapkan masyarakat tidak takut membawa anaknya untuk diimunisasi terlebih jangan sampai termakan rumor yang mengatakan “anak yang tidak diimunisasi lebih jarang sakit” karena ini jelas tidak benar malah justru anak yang tidak diimunisasi lebih mudah untuk terkena penyakit menular yang berbahaya dan sistem imun tubuhnya tidak dapat memproteksi diri dari penyakit yang menular. Pemikiran-pemikiran yang menyesatkan seperti ini sering kali muncul dan tidak memiliki dalih ilmiah yang menguatkan tentang itu, pada faktanya Bayi dan anak yang imunisasinya tidak lengkap  atau tidak pernah, bila terserang penyakit akan  sakit berat, cacat atau meninggal, karena tidak  punya kekebalan spesifik yang membahayakan kesehatan masyarakat tersebut. Bayangkan saja jika gerakan anti vaksin menyebar luas maka klb akan mudah terjadi dan sulit untuk dicegah karena masyarakat justru menentang upaya preventif dari pemerintah tentu hal tersebut dapat berdampak buruk bagi kesehatan bangsa.

        Anggapan selanjutnya Vaksin berbahaya bisa kejang, lumpuh, merusak  otak, sebabkan autis, cacat, mati dan terbuat dari bahan yang berbahaya. Anggapan ini tentu salah vaksin dilakukan untuk memperkuat imun tubuh terhadap penyakit dan terbukti WHO mengatakan bahwasannya vaksin sangat aman dan pembuatannya pun dari bahan-bahan yang aman dan diawasi oleh  lembaga yang memantau dan melaporkan  manfaat dan keamanan vaksin diantaranya CDC, Food and Drug Administration (FDA), Institute of Medicine (IOM),  American Medical Association (AMA), American Academy of Pediatrics  (AAP), UNICEF, US Department of Health and Human Services (HHS),  World Health Organization (WHO), Public Health Agency of Canada,  Canadian Paediatric Society, National Foundation for Infectious  Diseases (NFID), American Academy of Family Physicians (AAFP). Imunisasi aman dilakukan dan tidak menimbulkan penyakit yang banyak tersebar luas seperti vaksin MMR yang dikatakan dapat menyebabkan autisme dan penyakit lain jelas sangat bertentangan dengan kajian ilmiah yang dilakuan oleh beberapa lembaga, menurut Institute of Medicine (IOM) 2011: tidak ditemukan bukti  hubungan kausal vaksin MMR dan Autis dan Cochrane Collaboration Feb. 15, 2012 : investigasi  independen pada berbagai penelitian vaksin  menyimpulkan tidak ada hubungan bermakna antara  MMR dengan autism, asma, leukemia, alergi, tipe 1  diabetes tipe 1, gangguan berjalan, penyakit Chrohn,  penyakit demyelinisasi, infeksi bakteri atau virus. Maka gugurlah rumor yang berkembang tentang dampak negatif yang ditimbulkan oleh vaksin karena terbukti tidak ada hubungan kausal imunisasi dengan penyakit. Rumor negatif tentang imunisasi juga tidak berkenaan dengan fatwa MUI tentang imunisasi. hukum imunisasi menurut fatwa MUI No. 4 tahun 2016 yang berbunyi Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. Fatwa tersebut menjelaskan tentang hukum imunisasi secara jelas dan lengkap sekaligus menjawab keraguan masyarakat tentang imunisasi.

        Rumor negatif tentang imunisasi memang sering kali muncul dan bertolak belakang dengan fakta yang ada. Entah mengapa hoax ini sering menguak disaat pekan imunisasi sehingga membuat resah para ibu dan masyarakat tanpa diketahui siapa oknum yang menyebar kabar bohong ini. Berita bohong tersebut menyebar dengan luasnya dan tidak diketahui penyebar dan motif dibalik tindakannya karena para ahli tidak pernah mengeluarkan informasi terkait bahaya imunisasi dan belum pernah ada fakta dengan rasionalisasi tentang bahaya imunisasi. Imunisasi selalu terjaga kualitas dan keamananya dibuktikan dengan penelitian ilmiah oleh para ahli dan dipublikasi di media ilmiah di lembaga penelitian berbagai negara. Imunisasi tidak terbukti secara ilmiah dapat menyebarkan penyakit berbahaya seperti hepatitis B dan AIDS baik dari bahan maupun metode pemberian yang notabene menggunakan jarum suntik baru sekali pakai.

        Imunisasi meliputi berbagai jenis dan tidak semuanya ditanggung oleh pemerintah. Vaksinasi yang ditanggung pemerintah meliputi vaksin BCG, vaksin hepatitis B, vaksin DPT, vaksin polio, dan vaksin campak. Selain vaksin lima dasar lengkap yang ditanggung pemerintah juga tidak kalah pentingnya karena untuk menguatkan secara spesifik imun tubuh terhadap penyakit dan waktu pemberiannya pun beraneka ragam tidak selalu terpaku pada 9 atau 11 bulan yang ditetapkan jadwal pemerintah, jadwal yang terbaik adalah yang masih masuk di dalam rentang umur Jadwal Imunisasi PPI Depkes maupun PPI Depkes maupun Rekomendasi Satgas Imunisasi PP IDAI (Bab III JAdwal Imunisasi). Namun harus dipertimbangkan pula keadaan dan riwayat bayi/anak yang berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi, serta permintaan orangtua (misalnya vaksinasi varilrix sebelum umur 10 tahun). Berdasarkan pertimbangan tersebut dokter dapat melakukan penyesuaian untuk kepentingan bayi/anak. Selain itu bayi/anak yang sakit batuk pilek ringan tanpa demam boleh diimunisasi, kecuali bila bayi sangat rewel, imunisasi dapat ditunda 1 - 2 minggu kemudian.

        Berikutnya hal yang selalu digembar-gemborkan oleh gerakan anti vaksin yaitu “Sakit dan mati adalah cobaan dari Tuhan,  vaksinasi sama dengan tidak tawakal” pemikiran ini merupakan miskonsepsi yang berusaha ditanamkan pada masyarakat. Imunisasi merupakan usaha atau ikhtiar manusia untuk memperkuat sistim imun tubuhnya dari penyakit sehingga kecil risiko untuk tertular penyakit berbahaya itu, setelah ikhtiar barulah manusia bertawakal kepada Allah SWT. Adapun pemikiran lain yang mengatakan bahwasannya imunisasi merupakan konspirasi kapitalis dan yahudi untuk melemahkan kaum muslimin seperti untuk membuat anak menjadi bodoh dan meraih keuntungan semata dari vaksin non program pemerintah. Miskonsepsi ini jelas salah besar karena imunisasi merupakan program WHO dan pemerintah untuk melindungi anak dari penyakit berbahaya dan aman untuk bayi/anak yang dilakukan oleh semua negara (dengan berbagai tingkat  sosial ekonomi dan agama) karena sudah terbukti manfaatnya dan kecilnya risiko terjadi KLB lagi pula Vaksin untuk program pemerintah buatan PT. Biofarma, bukan buatan negara lain, dan diekspor  ke 120 negara termasuk 36 negara berpenduduk  mayoritas muslim. Harga vaksin-vaksin non program pemerintah tersebut masih terbilang lebih ekonomis  daripada biaya pengobatan dan perawatan  penyakit-penyakit berbahaya. Pemerintah juga tidak memaksa akan tetapi merekomendasikan dan mengupayakan memfasilitasi warganya untuk diimunisasi agar berisiko rendah untuk terpapar penyakit berbahaya.

        Maka dari pembahasan diatas terjawab sudah keraguan yang ada pada masyarakat mengenai imunisasi. Semoga masyarakat semakin cerdas dan kritis dalam menyikapi rumor yang berkembang mengenai imunisasi dan rumor kesehatan lainnya.


Penulis : Wafi Syukri Baraja


Daftar Pustaka

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Miskonsepsi dalam Imunisasi
Fatwa MUI No. 4 Tahun 2016
Rusharyati Dwi, Novianto W.T, Imanullah Moch. Najib. 2017. Perlindungan Hak Anak dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Karanganyar: Kasus Penolakan Imunisasi Anak di Kabupaten Karanganyar.  Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2