Dewasa ini isu-isu
tentang imunisasi sedang hangat diperbincangkan oleh masyarakat luas, baik dari
sisi kegunaannya, efek sampingnya hingga kehalalannya. Tentu hal ini menjadi
pemicu keraguan masyarakat terhadap imunisai tersebut menjadi momok yang seakan
menghantui para ibu sehingga banyak
sekali ibu yang enggan untuk membawa anaknya untuk diimunisasi bahkan sampai
menimbulkan gerakan anti vaksin yang mengajak ibu-ibu lainnya untuk tidak
mengimunisasi anaknya karena berbagai dalih yang tidak dikuatkan dengan fakta
otentik dan justru menimbulkan kekhawatiran yang membabi buta tanpa dibarengi
dengan rasa keingintahuan yang tinggi.
Keraguan dari masyarakat
pun makin hari makin membesar dan meluas bagaikan bola es yang lambat laur
semakin menimbulkan banyak polemik dan stigma dimasyarakat tentang imunisasi.
Maka sudah selayaknya artikel ini
dikeluarkan untuk menjawab keraguan-keraguan tersebut. Sebelum masuk kepembahasan
kita harus tahu terlebih dahulu apa itu imunisasi. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah
terjadinya penyakit menular yang merupakan salah satu kegiatan prioritas Kementerian
Kesehatan sebagai salah satu bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai
Millennium Development Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian
pada anak. Anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu
penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum
tentu kebal terhadap penyakit yang lain (SoekidjoNotoatmodjo, 2007 : 43). Imunisasi
merupakan program jangka panjang, Pasal 28 B ayat (2) disebutkan “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan diskriminasi” Pasal 28 H ayat (1) “Setiap orang
berhak atas sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan”. Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada setiap bayi
dan anak. Setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan
yang berlaku untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dihindari melalui
imunisasi. Dalam UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
disebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, keluarga dan orang tua
wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam
kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan. Dari definisi diatas maka
jelas bahwasannya imunisasi penting untuk dilaksanakan bahkan landasan penyelenggaraan imunisasi mengacu pada
kesepakatan-kesepakatan internasional untuk pencegahan dan pemberantasan
penyakit, antara lain:
- WHO
tahun 1988 dan UNICEF melalui World Summit for Children pada tahun 1990 tentang
ajakan untuk mencapai target cakupan imunisasi 8080-80, Eliminasi Tetanus
Neonatorum dan Reduksi Campak;
- Himbauan
UNICEF, WHO dan UNFPA tahun 1999 untuk mencapai target Eliminasi Tetanus
Maternal dan Neonatal (MNTE) pada tahun 2005 di negara berkembang;
- Himbauan
dari WHO bahwa negara dengan tingkat endemisitas tinggi >8% pada tahun 1997
diharapkan telah melaksanakan imunisasi hepatitis B ke dalam imunisasi rutin;
- WHO/UNICEF/UNFPA
tahun 1999 tentang Joint Statement on the Use of Autodisable Syringe in
Immunization Services;
- Konvensi
Hak Anak: Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dengan Keputusan
Presiden Nomor 36 Tahun 1999 tertanggal 25 Agustus1990, yang berisi antara lain
tentang hak anak untuk memperoleh kesehatan dan kesejahteraan dasar;
- Resolusi
Majelis Kesehatan Dunia (World Health Assembly) sejak tahun 2012 yang
mendeklarasikan tentang komitmen seluruh negara anggota untuk melakukan
Eradikasi Polio, dan pada tahun 2012 dinyatakan bahwa negara yang masih
mempunyai transmisi kasus polio harus menyatakan bahwa negaranya dalam kondisi “ national public
health emergency”;
- The
Millenium Development Goal (MDG) pada tahun 2003 yang meliputi goal 4: tentang
reduce child mortality, goal 5: tentang improve maternal health, goal 6:
tentang combat HIV/AIDS, malaria and other diseases (yang disertai dukungan
teknis dari UNICEF);
- Resolusi
Regional Committee, 28 Mei 2012 tentang Eliminasi Campak dan Pengendalian
Rubella, mendesak negara-negara anggota untuk mencapai eliminasi campak pada
tahun 2015 dan melakukan pengendalian penyakit rubella;
- Pertemuan
The Ninth Technical Consultative Group on Polio Eradication and Vaccine
Preventable Diseases in South-East Asia Region tahun 2003 untuk menyempurnakan
proses sertifikasi eradikasi polio, reduksi kematian akibat campak menjadi 50%
dan eliminasi tetanus neonatal, cakupan DPT3 80% di semua negara dan semua
kabupaten, mengembangkan strategi untuk safe injections and waste disposal di
semua negara serta memasukkan vaksin hepatitis B di dalam Imunisasi di semua
negara;
- WHO-UNICEF
tahun 2003 tentang Joint Statement on Effective Vaccine Store Management
Initiative.
Dari penjelesan diatas
maka dapat terbuka pemahaman kita tentang apa itu imunisasi. Langsung saja kita
mulai mengulas satu persatu miskonsepsi atau keraguan masyarakat terutama orang
tua, dibawah ini ada survei pendapat orang tua tentang imunisasi:
Dari
survei diatas didapatkan keraguan mengenai imunisasi yaitu dapat menyebabkan
demam, menyebabkan autis, terbuat dari bahan yang tidak aman, tidak teruji
dengan pasti, penyebab penyakit, dan beberapa yang berkembang dimasyarakat
Indonesia diantaranya:
- Banyak
imunisasi justru melemahkan kekebalan tubuh
- anak
yang tidak diimunisasi lebih jarang sakit
- Vaksin
berbahaya bisa kejang, lumpuh, merusak
otak, sebabkan autis, cacat, mati
- Vaksin
mengandung bahan berbahaya seperti merkuri,
aluminium, formaldehyde
- Vaksin
haram karena mengandung lemak babi,
terbuat dari janin abortus, darah, nanah, organ binatang dan manusia
- Vaksin
menyebarkan virus AIDS dan Hepatitis B
- Imunisasi
cukup sampai 9 bulan 11. Imunisasi cukup
5 dasar lengkap
- Imunisasi
penting hanya sesuai jadwal
pemerintah,diluar jadwal pemerintah tidak penting
- Kalau
sudah lewat jadwal tidak boleh diimunisasi
- Batuk
pilek tidak boleh diimunisasi
- Sakit
dan mati adalah cobaan dari Tuhan,
vaksinasi sama dengan tidak tawakal
- Program
imunisasi adalah konspirasi Yahudi dan
Amerika untuk melemahkan anak-anak muslim di seluruh dunia
- Penyakit sengaja disebarkan untuk
kepentingan bisnis vaksin
- Pemerintah zalim memaksa semua bayi
balita diimunisasi
- Vaksin program imunisasi di Indonesia
buatan Amerika untuk membuat anak muslim Indonesia bodoh
- Harga vaksin non-program mahal
menguntungkan konspirasi kapitalis
Dari keraguan diatas akan
diulas satu persatu agar dapat tercerahkan sekaligus menentang hoax dan
miskonsepsi informasi tidak benar yang sengaja disebar luaskan kelompok anti vaksin, terapi
alternatif dan herbalis ataupun pihak
yang ingin mengais rezeki dari hoax yang telah mereka sebarkan dan seakan
menutupi kebenaran yang ada.
Anggapan
imunisasi justru melemahkan kekebalan tubuh dan memilih untuk tidak imunisasi
merupakan pemikiran yang salah, melainkan imunisasi merupakan upaya pencegahan
terhadap penyakit menular dengan memperkuat imun. Adapun efek samping setelah
diimunisasi seperti demam ringan, Sakit maag, muntah, nafsu makan menurun, sakit kepala, lemas
dan pegal-pegal merupakan respon pertahanan tubuh terhadap benda asing maupun
zat yang masuk ke tubuh. Efek tersebut terbilang umum dan tahap wajar yang
terjadi pasca imunisasi. Risiko munculnya efek samping imunisasi
jauh lebih rendah dibandingkan dengan risiko terkena penyakit yang sebenarnya
dapat dicegah oleh imunisasi untuk itu diharapkan masyarakat tidak takut membawa
anaknya untuk diimunisasi terlebih jangan sampai termakan rumor yang mengatakan
“anak yang tidak diimunisasi lebih jarang sakit” karena ini jelas tidak benar
malah justru anak yang tidak diimunisasi lebih mudah untuk terkena penyakit
menular yang berbahaya dan sistem imun tubuhnya tidak dapat memproteksi diri
dari penyakit yang menular. Pemikiran-pemikiran yang menyesatkan seperti ini
sering kali muncul dan tidak memiliki dalih ilmiah yang menguatkan tentang itu,
pada faktanya Bayi dan anak yang imunisasinya tidak lengkap atau tidak pernah, bila terserang penyakit
akan sakit berat, cacat atau meninggal,
karena tidak punya kekebalan spesifik yang
membahayakan kesehatan masyarakat tersebut. Bayangkan saja jika gerakan anti
vaksin menyebar luas maka klb akan mudah terjadi dan sulit untuk dicegah karena
masyarakat justru menentang upaya preventif dari pemerintah tentu hal tersebut
dapat berdampak buruk bagi kesehatan bangsa.
Anggapan
selanjutnya Vaksin berbahaya bisa kejang, lumpuh, merusak otak, sebabkan autis, cacat, mati dan terbuat
dari bahan yang berbahaya. Anggapan ini tentu salah vaksin dilakukan untuk
memperkuat imun tubuh terhadap penyakit dan terbukti WHO mengatakan bahwasannya
vaksin sangat aman dan pembuatannya pun dari bahan-bahan yang aman dan diawasi
oleh lembaga yang memantau dan melaporkan
manfaat dan keamanan vaksin diantaranya CDC, Food and Drug
Administration (FDA), Institute of Medicine (IOM), American Medical Association (AMA),
American Academy of Pediatrics (AAP),
UNICEF, US Department of Health and Human Services (HHS), World Health Organization (WHO),
Public Health Agency of Canada, Canadian
Paediatric Society, National Foundation for Infectious Diseases (NFID), American Academy of
Family Physicians (AAFP). Imunisasi aman dilakukan dan tidak menimbulkan
penyakit yang banyak tersebar luas seperti vaksin MMR yang dikatakan dapat
menyebabkan autisme dan penyakit lain jelas sangat bertentangan dengan kajian
ilmiah yang dilakuan oleh beberapa lembaga, menurut Institute of Medicine
(IOM) 2011: tidak ditemukan bukti
hubungan kausal vaksin MMR dan Autis dan Cochrane Collaboration Feb.
15, 2012 : investigasi independen
pada berbagai penelitian vaksin
menyimpulkan tidak ada hubungan bermakna antara MMR dengan autism, asma, leukemia, alergi, tipe
1 diabetes tipe 1, gangguan berjalan,
penyakit Chrohn, penyakit demyelinisasi,
infeksi bakteri atau virus. Maka gugurlah rumor yang berkembang tentang dampak
negatif yang ditimbulkan oleh vaksin karena terbukti tidak ada hubungan kausal
imunisasi dengan penyakit. Rumor negatif tentang imunisasi juga tidak berkenaan
dengan fatwa MUI tentang imunisasi. hukum imunisasi menurut fatwa MUI No. 4
tahun 2016 yang berbunyi Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai
bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah
terjadinya suatu penyakit tertentu. Fatwa tersebut menjelaskan tentang hukum
imunisasi secara jelas dan lengkap sekaligus menjawab keraguan masyarakat
tentang imunisasi.
Rumor
negatif tentang imunisasi memang sering kali muncul dan bertolak belakang
dengan fakta yang ada. Entah mengapa hoax ini sering menguak disaat pekan
imunisasi sehingga membuat resah para ibu dan masyarakat tanpa diketahui siapa
oknum yang menyebar kabar bohong ini. Berita bohong tersebut menyebar dengan
luasnya dan tidak diketahui penyebar dan motif dibalik tindakannya karena para
ahli tidak pernah mengeluarkan informasi terkait bahaya imunisasi dan belum
pernah ada fakta dengan rasionalisasi tentang bahaya imunisasi. Imunisasi selalu
terjaga kualitas dan keamananya dibuktikan dengan penelitian ilmiah oleh para
ahli dan dipublikasi di media ilmiah di lembaga penelitian berbagai negara.
Imunisasi tidak terbukti secara ilmiah dapat menyebarkan penyakit berbahaya
seperti hepatitis B dan AIDS baik dari bahan maupun metode pemberian yang
notabene menggunakan jarum suntik baru sekali pakai.
Imunisasi
meliputi berbagai jenis dan tidak semuanya ditanggung oleh pemerintah.
Vaksinasi yang ditanggung pemerintah meliputi vaksin BCG, vaksin hepatitis B,
vaksin DPT, vaksin polio, dan vaksin campak. Selain vaksin lima dasar lengkap
yang ditanggung pemerintah juga tidak kalah pentingnya karena untuk menguatkan
secara spesifik imun tubuh terhadap penyakit dan waktu pemberiannya pun
beraneka ragam tidak selalu terpaku pada 9 atau 11 bulan yang ditetapkan jadwal
pemerintah, jadwal yang terbaik adalah yang masih masuk di dalam rentang umur
Jadwal Imunisasi PPI Depkes maupun PPI Depkes maupun Rekomendasi Satgas
Imunisasi PP IDAI (Bab III JAdwal Imunisasi). Namun harus dipertimbangkan pula
keadaan dan riwayat bayi/anak yang berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko
kejadian ikutan pasca imunisasi, serta permintaan orangtua (misalnya vaksinasi
varilrix sebelum umur 10 tahun). Berdasarkan pertimbangan tersebut dokter dapat
melakukan penyesuaian untuk kepentingan bayi/anak. Selain itu bayi/anak yang
sakit batuk pilek ringan tanpa demam boleh diimunisasi, kecuali bila bayi
sangat rewel, imunisasi dapat ditunda 1 - 2 minggu kemudian.
Berikutnya
hal yang selalu digembar-gemborkan oleh gerakan anti vaksin yaitu “Sakit dan
mati adalah cobaan dari Tuhan, vaksinasi
sama dengan tidak tawakal” pemikiran ini merupakan miskonsepsi yang berusaha
ditanamkan pada masyarakat. Imunisasi merupakan usaha atau ikhtiar manusia untuk
memperkuat sistim imun tubuhnya dari penyakit sehingga kecil risiko untuk
tertular penyakit berbahaya itu, setelah ikhtiar barulah manusia bertawakal
kepada Allah SWT. Adapun pemikiran lain yang mengatakan bahwasannya imunisasi
merupakan konspirasi kapitalis dan yahudi untuk melemahkan kaum muslimin
seperti untuk membuat anak menjadi bodoh dan meraih keuntungan semata dari
vaksin non program pemerintah. Miskonsepsi ini jelas salah besar karena
imunisasi merupakan program WHO dan pemerintah untuk melindungi anak dari
penyakit berbahaya dan aman untuk bayi/anak yang dilakukan oleh semua negara (dengan berbagai tingkat sosial ekonomi dan agama) karena sudah
terbukti manfaatnya dan kecilnya risiko terjadi KLB lagi pula Vaksin untuk
program pemerintah buatan PT. Biofarma, bukan buatan negara lain, dan
diekspor ke 120 negara termasuk 36
negara berpenduduk mayoritas muslim.
Harga vaksin-vaksin non program pemerintah tersebut masih terbilang lebih ekonomis daripada biaya pengobatan dan perawatan penyakit-penyakit berbahaya. Pemerintah juga
tidak memaksa akan tetapi merekomendasikan dan mengupayakan memfasilitasi
warganya untuk diimunisasi agar berisiko rendah untuk terpapar penyakit
berbahaya.
Maka dari pembahasan diatas terjawab sudah keraguan
yang ada pada masyarakat mengenai imunisasi. Semoga masyarakat semakin cerdas
dan kritis dalam menyikapi rumor yang berkembang mengenai imunisasi dan rumor
kesehatan lainnya.
Penulis : Wafi Syukri Baraja
Daftar Pustaka
Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2014. Miskonsepsi dalam Imunisasi
Fatwa
MUI No. 4 Tahun 2016
Rusharyati
Dwi, Novianto W.T, Imanullah Moch. Najib. 2017. Perlindungan Hak Anak dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten
Karanganyar: Kasus Penolakan Imunisasi Anak di Kabupaten Karanganyar. Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor
2