MENGGALI PENYEBAB MENTAL ILLNESS DI JAKARTA: TANTANGAN DAN SOLUSI
Disusun Oleh: Badan Khusus Pemerhati Anak dan Remaja ISMKMI Jakarta Raya 2024
PENDAHULUAN
Latar belakang
Menurut World Health Organization
(WHO), mental illness merupakan kondisi yang mempengaruhi pikiran, perasaan,
perilaku, atau suasana hati, atau gabungan dari semuanya. WHO juga menyebutkan
bahwa satu dari lima anak dan remaja di dunia mengalami gangguan mental.
Menurut Westhuizen dkk, 2023 dalam Jurnal Permatahati, F. & Ihdalumam, A.
(2023), sekitar 13% dari 1,2 Miliar remaja di dunia memiliki permasalahan
tentang kesehatan mental yang meliputi depresi, kecemasan, dan permasalahan
yang mampu membuat remaja membuat keputusan untuk mengakhiri hidupnya
(Permatahati, 2023).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan
Indonesia oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2023), prevalensi
gangguan mental emosional pada remaja (15-24 tahun) di Indonesia mencapai 2,8%,
dan prevalensi depresi sebesar 2% pada kelompok usia yang sama serta menjadi
kelompok dengan tingkat depresi tertinggi di Indonesia (Kementerian Kesehatan
RI, 2023). Hal tersebut menunjukkan bahwa gangguan kesehatan mental pada remaja
juga menjadi isu serius di Indonesia, termasuk di Jakarta, yang memerlukan
perhatian lebih.
Survei Kesehatan Indonesia (2023)
mencatat prevalensi gangguan mental emosional di DKI Jakarta sebesar 2,3% dan
depresi 1,5%. Selain itu, penelitian yang dilakukan di beberapa wilayah Jakarta
menunjukan angka kasus variasi kasus yang signifikan. Penelitian yang dilakukan
oleh Haniyah et. al. (2022) di SMKN 62 Jakarta Selatan menyatakan bahwa 90,9%
dari 178 remaja teridentifikasi memiliki masalah kesehatan mental. Di Jakarta
Pusat, penelitian pada siswa SMAN 7 Jakarta Pusat menunjukkan bahwa 56,9% dari
153 siswa mengalami gangguan mental emosional (Fazariyah & Azzahrah, 2024).
Di Jakarta Barat, penelitian di SMA Negeri 78 menemukan bahwa 41% dari 68
responden memiliki skor gangguan emosional dan perilaku yang berada dalam
kategori borderline dan abnormal (Iskandar, 2021). Data tersebut
menunjukan pentingnya perhatian khusus pada kesehatan mental remaja di Jakarta
untuk mencegah dampak jangka panjang.
Rumusan Masalah
1. Apa faktor utama penyebab mental illness di kalangan remaja Jakarta?
2. Bagaimana urgensi kesehatan mental bagi remaja di Jakarta?
3. Apa saja kelemahan dalam pelaksanaan program terkait mental illness yang dapat diperbaiki?
Prioritas Masalah
Prioritas Masalah Berdasarkan survei nasional dan penelitian di
berbagai sekolah di Jakarta, berikut urutan prioritas masalah kesehatan mental
di Jakarta.
1. Gangguan mental emosional dengan prevalensi sebesar 2,8% pada remaja usia 15-24 tahun di tingkat nasional dan prevalensi sebesar 2,3% di DKI Jakarta berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023.
2. Depresi dengan prevalensi sebesar 2% pada remaja usia 15-24 tahun di tingkat nasional dan prevalensi sebesar 1,5% di DKI Jakarta berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023.
PEMBAHASAN
Urgensi Kesehatan Mental Remaja di Jakarta
Data penelitian terkait masalah
kesehatan mental pada remaja di Jakarta menunjukkan bahwa masalah kesehatan
mental remaja di Jakarta menjadi isu yang serius dan memerlukan perhatian
lebih. Masalah kesehatan mental pada remaja memiliki dampak jangka panjang yang
signifikan, baik bagi individu, maupun masyarakat secara keseluruhan. Remaja
yang mengalami gangguan mental berisiko mengalami penurunan prestasi akademik,
keterbatasan sosial, serta peningkatan perilaku berisiko. Jika tidak ditangani,
gangguan mental pada remaja dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih parah
di masa dewasa, yang berkontribusi pada peningkatan beban kesehatan masyarakat,
tingginya angka ketergantungan, dan pengeluaran biaya kesehatan. Oleh karena
itu, penanganan isu kesehatan mental remaja menjadi hal yang mendesak untuk
dilakukan secara sistematis melalui kebijakan yang terstruktur dan dukungan
lintas sektor
Faktor Penyebab
Beberapa faktor yang mempengaruhi
kesehatan mental remaja di Jakarta tidak lepas dari adanya peran orangtua,
keluarga, teman sebaya, dan lingkungan. Faktor orang tua seperti pola asuh yang
otoriter, pola komunikasi yang buruk kepada anak, perceraian orang tua
berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. Tekanan dari teman sebaya juga
berkontribusi, terutama ketika remaja mengalami eksklusi dari kelompok sosial,
contohnya bullying di sekolah. Selain itu, hubungan antar teman sebaya yang
kompetitif dalam meraih prestasi dan untuk terus menjadi yang terbaik di antara
temannya juga membuat remaja mengalami gangguan kecemasan (Haniyah et. al.,
2022; Iskandar, 2021; Fazariyah & Azzahrah, 2024).
Selain itu, lingkungan juga memiliki
dampak signifikan dalam pembentukan karakter dan kesehatan mental remaja.
Lingkungan yang tidak mendukung dapat menyebabkan perasaan tidak aman dan
nyaman, yang pada akhirnya memicu kecemasan, ketakutan, dan kesedihan pada
remaja. Faktor ekonomi juga memainkan peran penting karena kesulitan finansial
dalam keluarga berpotensi menimbulkan konflik keluarga yang memperburuk
kesehatan mental anak-anak dan remaja. Sementera itu, keluarga yang
berpenghasilan menengah ke atas juga berisiko mengalami gangguan mental
emosional karena penyalahgunaan alkohol dan terlarang (Haniyah et. al., 2022;
Iskandar, 2021; Fazariyah & Azzahrah, 2024).
Peningkatan masalah kesehatan mental
pada remaja di Jakarta juga disebabkan oleh kurangnya edukasi mengenai
kesehatan mental. Tingginya tingkat stres di kota ini memperparah situasi dan
meningkatkan kebutuhan akan layanan kesehatan mental yang memadai. Meskipun
Undang-Undang Kesehatan Jiwa Nomor 18 Tahun 2014 telah mengatur tentang promosi
kesehatan mental, implementasinya di berbagai wilayah masih menghadapi kendala,
seperti minimnya dukungan infrastruktur dan tenaga profesional yang terlatih.
Evaluasi
Program
Program Youth Mental Health Center (YMHC) oleh Kementerian Pemuda
dan Olahraga adalah langkah strategis untuk mengatasi masalah kesehatan mental
pemuda Indonesia. Namun, seperti program lainnya, YMHC memiliki kelebihan dan
kekurangan yang perlu dievaluasi untuk pengembangan kedepannya. Evaluasi ini
akan membahas kedua aspek tersebut untuk memberikan gambaran tentang
efektivitas dan tantangan implementasi YMHC di berbagai wilayah.
Salah satu keunggulan utama dari YMHC adalah
dukungan kebijakan yang kuat. Program ini didesain untuk diimplementasikan
hingga tingkat daerah, mencakup provinsi dan kabupaten/kota di seluruh
Indonesia, sehingga layanan kesehatan mental dapat menjangkau pemuda di
berbagai wilayah. Selain itu, keunggulan YMHC adalah penerapan konsep Olah Rasa
yang digagas oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga, di mana konsep ini
menekankan pentingnya pemuda menghadapi tantangan tanpa jatuh ke perilaku
destruktif, seperti penyalahgunaan narkoba. Dengan demikian, program ini tidak
hanya menyediakan dukungan kesehatan mental tetapi juga berfungsi sebagai upaya
pencegahan terhadap perilaku berisiko tinggi.
Keunggulan lainnya adalah fokus program
pada penyelesaian masalah pemuda secara langsung. YMHC menyediakan ruang bagi
pemuda untuk berbicara tentang permasalahan pribadi mereka, membantu mereka
mengatasi hambatan mental yang mungkin mereka hadapi. Ini menjadi langkah
penting dalam membentuk generasi muda yang lebih sehat dan kuat secara mental.
Program YMHC juga telah mendapat
dukungan luas di berbagai daerah yang menunjukkan adanya komitmen dari berbagai
pihak untuk mengimplementasikan YMHC di seluruh wilayah Indonesia. Dengan
advokasi dan dukungan yang tepat, YMHC memiliki potensi besar untuk berkembang
menjadi program yang merata dan berkelanjutan.
Namun, implementasi program ini
menghadapi beberapa tantangan. Meskipun kebijakan untuk program ini sudah ada,
penerapannya di daerah belum berjalan optimal. Banyak daerah masih menghadapi
kesulitan dalam menjalankan program tersebut, terutama karena minimnya dukungan
lokal dalam hal sumber daya manusia dan fasilitas. Ini menjadi kendala utama
dalam memastikan bahwa setiap pemuda di seluruh Indonesia dapat mengakses
layanan kesehatan mental yang memadai. Selain itu, keterbatasan fasilitas dan
sumber daya menjadi masalah signifikan dalam pelaksanaan YMHC.
Program YMHC masih memerlukan
infrastruktur yang cukup serta tenaga ahli yang terlatih untuk memastikan bahwa
setiap daerah dapat memberikan layanan sesuai standar yang telah ditetapkan.
Tanpa fasilitas yang memadai, program ini berisiko tidak mencapai target yang
diharapkan
Solusi Inovatif
Evaluasi program sebelumnya
menunjukkan bahwa terdapat tantangan dalam penerapan layanan kesehatan mental
remaja di tingkat lokal, seperti keterbatasan infrastruktur dan sumber daya.
Hal ini mengakibatkan remaja di beberapa daerah sulit mengakses dukungan
kesehatan mental yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, kami menyusun inovasi
program Rangkul Remaja yang diharapkan mampu mengatasi kendala ini melalui
pendekatan yang lebih terstruktur dan kolaboratif, serta penggunaan teknologi
untuk memperluas jangkauan program.
Kegiatan dalam program ini dimulai
dengan sesi edukasi dan skrining kesehatan mental menggunakan website SIMPATIQ
milik RS Soeharto Heerdjan yang memungkinkan remaja untuk mengevaluasi kondisi
mereka secara anonim dan aman. Setelah skrining, remaja yang membutuhkan
dukungan lebih lanjut dapat diarahkan ke sesi konseling individu atau
peerkonseling sesuai kebutuhan remaja yang bersangkutan.
Program ini melibatkan peran lintas
sektor dalam implementasinya, seperti kerja sama dengan RS Soeharto Heerdjan
untuk layanan psikologis lanjutan, serta sekolah-sekolah yang menjadi tempat
penyelenggaraan edukasi dan intervensi berbasis sekolah. Organisasi komunitas
lokal juga berperan dalam membantu penyebaran informasi dan menjangkau remaja
di berbagai komunitas, termasuk membantu meningkatkan kesadaran melalui
kegiatan yang melibatkan masyarakat. Kolaborasi ini memastikan bahwa setiap
komponen dari program Rangkul Remaja, termasuk penggunaan SIMPATIQ, dapat
diakses oleh semua remaja di Jakarta, sehingga layanan kesehatan mental bisa
lebih merata dan tepat sasaran.
PENUTUP
Simpulan
Permasalahan kesehatan mental remaja
di Jakarta menjadi isu serius yang perlu ditangani melalui program yang
sistematis dan kolaboratif. Evaluasi program YMHC menunjukkan pentingnya
dukungan sumber daya yang memadai. Program Rangkul Remaja, dengan pendekatan
berbasis teknologi dan kolaborasi lintas sektor dapat menjadi solusi inovatif
untuk memperluas akses layanan kesehatan mental yang efektif bagi remaja di Jakarta.
Saran
1.
Dukungan Kebijakan
Pemerintah perlu memperkuat peraturan dan regulasi yang mendukung
pencegahan dan penanganan isu-isu kesehatan mental di kalangan remaja, baik di
tingkat daerah maupun nasional.
2.
Penguatan Infrastruktur dan SDM
Pemerintah perlu meningkatkan kapasitas infrastruktur dan sumber
daya manusia di bidang kesehatan mental, terutama di daerah-daerah yang masih
kekurangan tenaga profesional.
3.
Pemanfaatan Teknologi
Program kesehatan mental yang berbasis teknologi harus diperluas ke
wilayah lain di Indonesia agar seluruh remaja dapat mengakses layanan yang
dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Fajariyah,
N., & Azzahrah, D. (2024). Hubungan Peran dan Pola Komunikasi Keluarga Dengan Gangguan Mental Emosional Pada Remaja
di SMAN 7 Jakarta Pusat. MANUJU:
Malahayati Nursing Journal, 6 (3), 1037-1050.
Haniyah,
F. N., Novita, A., & Ruliani, S. N. (2022). Hubungan Antara Pola Asuh
Orangtua, Teman Sebaya, Lingkungan
Tempat Tinggal dan Sosial Ekonomi Dengan Kesehatan Mental Remaja. Open Access Jakarta Journal of Health
Science, 1(7), 242-250.
Iskandar,
N. A., Ingkiriwang, E., & Tania, E. (2021). Gambaran Kesehatan Mental Emosional Siswa SMA Tahun 2020
Menggunakan Strengths and Difficulties Questionnaire.
Jurnal Kedokteran Meditek, 27 (3), 203-212.
Kementerian
Kesehatan RI. (2023). Survei Kesehatan Indonesia Tahun 2023.
Kementerian
Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. (2024). Laporan kinerja Kementerian Pemuda dan Olahraga tahun 2023.
Jakarta: Kementerian Pemuda dan Olahraga
Republik Indonesia.
Permatahati,
F., & Ihdalumam, A. (2023). Promosi Kesehatan Mental Sebagai Upaya untuk Mewujudkan Remaja Menuju Pribadi yang
Positif: Kajian Literatur Review
Tidak ada komentar:
Posting Komentar